Sumber BPS Mengungkapkan per Februari 2021 tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 6,26 persen. Di tambah lagi dengan dibatasinya aktivitas sosial masyrakat yang dilakukan melalui PPKM yang diterapkan oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid 19 meluas diperkirakan tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Agustus 2021 akan berada di kisaran 7,15 persen-7,35 persen mengutip tulisan dari Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Akhmad Akbar Susamto di Kompasiana.
Selain berhadapan dengan angka tingkat pengangguran yang masih tinggi, pada sektor Pendidikan kita juga dihadapkan pada persoalan ketimpangan penghasilan dari pendidik dan tenaga Pendidikan. Kesenjangan penghasilan terlihat pada tenaga honorer. Ada yang sudah cukup dan memadai namun catatan masih ada yang mendapatkan penghasilan 300 – 500 ribu perbulan. Survey yang dilakukan oleh IGI Februari 2020, diketahui bahwa 15,4% Guru Honorer berpendapatan dibawah Rp. 250.000/bulan, 36,8% guru honorer memiliki honor rata – rata perbulan berkisar Rp.250.000 – Rp.500.000. Secara garis besar pendapatan guru honorer adalah 52,2% dari total keseluruhan honorer yang ada memiliki honor rata – rata perbulan dibawah Rp.500.000/bulan, dan jika kita perbesar besaran honor nya menjadi Rp. 1000.000,- ada 79,5% jumlah honorer memiliki pendapatan perbulan dibawah Rp.1.000.000, dan jika kita rata – ratakan sebeara 94,2% guru honorer berpendapatan dibawah Rp. 2 juta. Angka ini jauh dibawah UMR yang ada di kota – kota yang ada di Indonesia bahkan berada jauh dibawah penghasila buruh pabrik sekalipun.
Mengutip pendapat mantan wakil gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno di Republika (https://www.republika.co.id/berita/qcft77384/sandiaga-uno-dorong-guru-menjadi-teacherpreneur) bahwa pentingnya mendorong anak diajarkan untuk berwirausaha atau entrepreneur sejak usia dini. Menurutnya, hal itu diperlukan agar mewujudkan generasi emas yang mandiri dan berjiwa sosial serta solutif. “Untuk mewujudkan hal itu maka dibutuhkan guru atau pendidik yang juga berjiwa entrepreneur atau yang dia sebut teacherpreneurship,” kata Sandiaga dalam keterangan.
Memberikan Pendidikan Entrepreneur kepada peserta didik tidak akan berhasil jika guru atau pendidik tidak mempraktikkan apa yang di ajarkan oleh nya, dengan kata lain mempraktekkan apa yang dikerjakan olehnya, melakukan apa yang diucapkan.
Memang tidak menganggu aktivitasnya sebagai pendidik? jika berfokus mengembangkan kemampuan entrepreneurnya, justru sebaliknya guru yang sukses adalah guru yang bisa mengoptimalkan potensinya, berdaya didalam kelas dan sukses diluar kelas. Banyak sekali peluang menjadi entrepreneur sukses di era digitalisasi ini tanpa harus menganggu pekerjaan utama dan bahkan beberapa sudah membuktikan sambil rebahan saja ada yang sukses mendapatkan penghasilan tambahan.
Memberikan contoh nyata kepada peserta didik untuk menumbuhkan jiwa entrepreneur sejak dini merupakan hal yang ampuh dilakukan dari pada sekedar berteori saja. Seperti apa pola pengembangan teacherpreneur dan aktivitas teacherpreneur apa saja yang mungkin dilakukan akan kami bahas di tulisan yang lainnya.
Fokus pemerintah dalam membangun kualitas SDM Indonesia sangat beragam, banyak hal yang telah dilakukan sebagai fokus kerja. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan baru – baru ini gencar mengkampanyekan penguatan literasi, numerasi dan sains serta melakukan survey karakter dan lingkungan belajar siswa. Semua ini adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
Tapi ada satu hal juga yang tidak boleh tertinggal dan dilupakan yaitu membangun eksistensi Gerakan teacherpreneur di Indonesia.
Gerakan Teacherpreneur telah banyak dilakukan sebelumnya oleh berbagai organisasi kemasyarkatan salah satunya Pergunu. Pengurus Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) meluncurkan program Teacherprenuer bagi seluruh guru NU di semua wilayah. Program tersebut sengaja digagas untuk mengajak para guru berwirausaha tanpa meninggalkan tugasnya mengajar di sekolah atau madrasah. ( https://www.nu.or.id/post/read/114457/ajak-guru-berwirausaha–pergunu-luncurkan-teacherpreneur).
Organisasi yang fokus kerjanya yang konsen terhadap teacherpreneur, dan telah berbadan hukum salah satunya adalah Perkumpulan Teacherpreneur Indonésia Cerdas (PTIC). PTIC lahir untuk menjawab semua kegelisahan yang ada diatas tadi. PTIC disahkan sebagai perkumpulan resmi dengan SK KEMENKUMHAM No. AHU-007381-AH.01.07 Tahun 2021. Awalnya PTIC bernama ATIC (Asosiasi Teacherpreneur Indonésia Cerdas) dan berubah menjadi PTIC karena untuk menyesuaikan dengan nama yang tercantum di dalam SK KEMENKUMHAM tersebut juga untuk memperlancar proses administrasi terkait keberadaan gerakan moral ini, terutama yang berhubungan dengan institusi lain, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten dan kota ke bawah.
PTIC hadir bukan hanya sebagai sebuah gerakan moral yang mendukung pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia khusus dalam hal Teacherpreneur, tapi juga merupakan perkumpulan orang-orang profesional yang seide tentang bagaimana memartabatkan pribadi-pribadi yang mendapatkan sebutan guru di masyarakat seperti ( guru sekolah, guru mengaji, guru silat, guru sekolah minggu, guru les, guru bimbel, instruktur, mentor, pelatih, trainer, coach, penyuluh, dosen, widyaiswara, dan guru lainnya) agar mandiri dan lebih bermartabat hingga suatu saat nanti lahir profesi baru yang kita sebut dengan Profesi Teacherpreneur yang merupakan himpunan dari semua profesi pendidik tesebut.
Memang PTIC merupakan organisasi professional yang beranggotakan dari berbagai ragam profesi yang setuju untuk mengembangkan Gerakan teacherpreneur di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mengatasi berbagai masalah bangsa seperti contoh yang diuraikan diatas.
PTIC sebagai gerakan moral untuk meningkatkan martabat guru (Mampuono: 2021) sebagaimana batasannya disebut di atas. Gerakan moral ini berbasis pada kesadaran terhadap adanya fakta yang memprihatinkan tentang kesenjangan penghasilan guru di tanah air. Bukan rahasia lagi bahwa hingga kini masih banyak guru yang notabene adalah kaum terdidik tetapi berpenghasilan jauh di bawah penghasilan buruh pabrik. Selain itu berbagai riset memprediksi bahwa era ke depan dengan revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0 yang sering menghasilkan perubahan tak terduga cenderung membuat guru harus memiliki nilai lebih dengan menjadi teacherpreneur (Barnet Berry, 2010: 4-19).).
PTIC juga merupakan organisasi professional dan berbadan hukum yang berupaya mendorong upaya terbentuknya profesi Teacherpreneur di Indonesia sebanyak mungkin.
Oleh : Bung Dodi