SERI 2
ANALISA TULISAN DAN TANDA TANGAN PARA CAPRES INDONESIA TAHUN 2024
—————————–

SIAPA CAPRES YANG MEMILIKI KARAKTER MENDENGARKAN PALING BAIK DILIHAT DARI PERSPEKTIF GRAFOLOGI ?

Oleh :

Max Hendrian Sahuleka[1]

A. PENDAHULUAN[2]

Menjadi seorang  pemimpin bukan hal yang mudah karena selain menjadi faktor penentu bagi kemajuan dan keberlanjutan suatu organisasi, segala tindakan baik berupa kebijakan maupun keputusan yang diambil seorang pemimpin akan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan banyak orang.

Namun sayangnya, menjadi seorang pemimpin kerap disalahpahami sebagai sang empunya kekuasaan, yang seolah-olah memiliki privilege (hak istimewa) penuh untuk memerintah. Bahayanya lagi, kekuasaan tersebut secara politis digunakan untuk mendominasi orang lain tanpa memperhatikan dampaknya terhadap keberlanjutan organisasi di masa yang akan datang.

Dalam memajukan organisasi, seorang pemimpin padahal tidak mungkin bekerja sendirian, melainkan bersama tim karena seperti kata Alfred North Whitehead: “Tidak ada satu orang pun yang berhasil meraih keberhasilan tanpa bantuan dari orang-orang lain.”

Dari pemahaman ini, kita bisa mengambil suatu pelajaran penting tentang kualitas pemimpin yang baik, yaitu salah satunya adalah memiliki kemampuan mendengarkan pendapat orang lain yang bisa digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang tepat.

Namun yang perlu dicamkan di sini adalah bahwa mendengar (hearing) dengan mendengarkan (listening to) itu dua hal yang berbeda. Jika kita ‘mendengar’, kita hanya akan terfokus pada sumber bunyi berupa kata-kata. Namun jika ‘mendengarkan’, kita benar-benar menyimak secara seksama dengan tujuan memahami maksud dan tujuan dari lawan bicara.

Elle Kaplan dalam artikel berjudul “The Power of Listening” yang ditulis oleh Jonathan H. Westover (2020) menjelaskan bahwa kemampuan menyimak yang efektif harus dibarengi dengan fokus yang bersifat intensional ketimbang hanya mendengar arti kata-katanya dari lawan bicara kita,

Dengan kata lain, menyimak bukan hanya sekedar mendengar kata-kata dari lawan bicara tetapi memahami dengan tujuan mengerti informasi dan kebutuhan secara akurat karena menyimak dengan baik artinya kita sedang menunjukkan empati, menunjukkan kepedulian, dan berusaha untuk mengerti kondisi lawan bicara.

Penulis buku The Seven Habits of Highly Effective People, Stephen E. Covey berargumen bahwa umumnya kebanyakan orang tidak benar-benar mendengarkan dengan tujuan memahami maksud, tetapi hanya sekedar membalas lawan bicara yang seolah menunjukkan bahwa ia aktif dalam sebuah percakapan.

Apa yang disampaikan oleh Covey mungkin dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, seseorang yang menganggap dirinya ‘benar’ dan paling tahu segalanya sehingga pendapat orang lain tidak dianggap penting dan bermakna.

Hal ini biasa terjadi dalam relasi kerja, relasi antara orangtua dan anak, pertemanan, percintaan, dan relasi lainnya. Parahnya lagi, rasa enggan mendengarkan pendapat orang lain dapat menjadi faktor pemicu yang memunculkan konflik antar sesame manusia.

Dalam teori sosial, kemampuan mendengarkan juga bisa dikaitkan dengan adanya relasi kuasa. Filsuf post-modernisme Perancis, Michel Foucault mengatakan bahwa di setiap relasi atau hubungan sosial selalu ada unsur kekuasaan di dalamnya yang posisinya tidak pernah setara dan hal ini yang memungkinkan salah satu subyek yang merasa memiliki kekuasaan lebih memiliki ego tidak mau mendengarkan pendapat orang lain.

Artinya, penyalahgunaan kekuasaan ini bisa saja terjadi di berbagai lingkungan sosial, misalnya saja di lingkungan kantor yang toksik. Pimpinan yang kerap kali merasa dirinya memiliki posisi tertinggi dalam struktur berpotensi merasa dirinya paling ‘benar’ dan cenderung berjalan sendiri serta sering mengabaikan karyawannya.

Hal yang sama juga bisa terjadi di lingkungan pendidikan yang menempatkan guru pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan peserta didik. Bahayanya di lingkungan pendidikan yang feodalistik, guru akan berpotensi berperan sebagai sumber kebenaran (source of truth) yang sangat anti-kritik dan abai terhadap masukkan dari peserta didik sehingga yang terjadi adalah kualitas siswa yang tidak percaya diri dan tidak kritis-inovatif-solutif karena merasa selalu disalahkan oleh gurunya, dan jika ini terjadi di banyak tempat kita maka kita bisa membayangkan betapa buruknya kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Begitu juga yang pernah terjadi dalam sistem politik nasional. Pada rezim Orde Baru, kekuatan militeristik yang sangat represif menutup keran kebebasan berpendapat publik kepada pemimpin negara dan keengganan pemerintah untuk mendengarkan suara-suara rakyat, khususnya kelompok-kelompok minorias, selama 32 tahun.

Sebagai akibatnya, kondisi tersebut akhirnya menjadi bom waktu yang ‘meledak’ pada Mei 1998 dengan kerusuhan massa dan memporak-porandakan berbagai sektor penting negara.

Hal yang sama juga terjadi di era reformasi, meskipun kebebasan berpendapat sudah jauh lebih demokratis, namun hal tersebut ternyata masih menimbulkan masalah sosial akut, misalnya konflik berbasis SARA masih kerap mewarnai pemberitaan di media massa dan media sosial kita.

Banyak ditemukan konflik sosial di berbagai wilayah yang lagi-lagi akar masalahnya adalah intoleransi sebagai wujud keengganan seseorang atau kelompok mayoritas untuk secara baik-baik mendengarkan suara-suara kelompok minoritas.

Dari beberapa contoh di atas, kita bisa membayangkan betapa buruknya dampak yang mungkin terjadi karena rendahnya kemampuan mendengarkan yang diperparah dengan sikap otoriter dan resisten terhadap segala bentuk kritik.

Mendengarkan atau menyimak adalah skill atau keterampilan yang sangat bisa dilatih. Melatih diri untuk memiliki kualitas ini menurut Gerszberg, penulis positive psychology life coach, akan memiliki banyak sekali manfaat bagi kehidupan kita, seperti mencegah konflik di kemudian hari, meningkatkan empati, dan memperkuat berbagai relasi, memotivasi orang lain untuk menjadi pribadi lebih baik, dan masih banyak lagi.

Paling sederhana, kita bisa mulai dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan lawan bicara secara penuh perhatian, sebisa mungkin kita menahan diri untuk tidak berkomentar apalagi memberikan penilaian kepada lawan bicara karena orang bercerita kepada kita memiliki kecenderungan untuk didengarkan ketimbang dinilai.

Gerzsberg menyatakan bahwa seseorang yang sedang bercerita cenderung merasa tidak nyaman apabila terdapat distraksi berupa interupsi selama percakapan berlangsung, sehingga sebaiknya kita menyimak sampai lawan bicara selesai bercerita.

Satu hal lagi yang paling penting dimiliki seorang pendengar yang baik adalah keterbukaan akan hal-hal baru dan mengakui adanya relativitas makna. Hal ini berfungsi untuk mencegah kita menjadi individu yang judgemental dan tidak peduli terhadap kebutuhan serta perasaan orang lain yang menjadi lawan biacara kita.

Bagi seorang pemimpin di lingkungan kerja, ia harus mampu mendengarkan pendapat bagi karyawannya. Demikian juga bagi seorang Presiden, ia harus mampu mendengarkan kritikan, saran, masukan dan pendapat dari rakyat. Meskipun bukan berarti bahwa ia harus mengakomodir semua pendapat untuk direalisasikan, paling tidak ia tahu apa yang sedang terjadi di organisasi atau negara yang ia pimpin sehingga jika terdapat masalah maka ia dapat berpikir secara logis-reflektif untuk memberikan solusi cerdas yang bisa merangkul semua elemen.

Kesimpulannya, jika kita mau melatih diri untuk menjadi pendengar yang baik, kita harus punya komitmen dan kesadaran penuh serta kemauan untuk mendengarkan lawan bicara dengan penuh penghargaan dan perhatian.

Namun demikian, upaya melatih diri untuk menjadi pendengar yang baik ini tidak akan membuahkan hasil jika menjadi pendengar yang buruk sudah menjadi karakter. Dan menjadi pendengar yang buruk ini bisa merupakan turunan dari karakter sombong karena memang orang yang sombong sulit menerima pendapat orang lain apalagi jika bersifat kritikan.

Tinggal pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat mengetahui apakah seseorang memiliki karakter mendengarkan orang lain dengan baik atau tidak. Salah satu metode untuk mengetahui karakter seseorang adalah melalui tulisan dan atau tanda tangannya.

Di bawah ini saya sajikan tulisan-tulisan dan tanda tangan para capres Indonesia tahun 2024 yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

 

B. TULISAN DAN TANDA TANGAN PARA CAPRES INDONESIA TAHUN 2024

Di bawah ini adalah beberapa tulisan dan atau tanda tangan dari para capres Indonesia tahun 2024.

1. Tulisan dan Tanda Tangan Anies Baswedan – 1[3]

2. Tulisan dan Tanda Tangan Anies Baswedan – 2[4]

3. Tulisan dan Tanda Tangan Anies Baswedan – 3[5]

4. Tanda Tangan Ganjar Pranowo – 1[6]

5. Tulisan dan Tanda Tangan Ganjar Pranowo – 2[7]

6. Tulisan dan Tanda Tangan Prabowo Subianto – 1[8]

7. Tulisan dan Tanda Tangan Prabowo Subianto – 2[9]

8. Tulisan dan Tanda Tangan Prabowo Subianto – 3[10]

 

C. ANALISA TULISAN DAN TANDA TANGAN PARA CAPRES INDONESIA TAHUN 2024 TENTANG KARAKTER JUJURNYA DILIHAT DARI PERSPEKTIF GRAFOLOGI

Dalam tulisan sebelumnya atau SERI 1, saya sudah memaparkan tentang bagaimana mengenal karakter jujur seseorang melalui tulisan dan atau tanda tangannya. Bahkan dalam tulisan tersebut, saya juga telah menjelaskan tentang grafologi. Namun karena tulisan SERI 1-nya sangat panjang maka saya belum memasukkan ke dalam website atau blog ini.

Bagi Anda yang ingin membacanya, silahkan download dengan mengKLIK link berikut ini : https://drive.google.com/file/d/1JGPy0EMEBfJ3pUAnG5QiOv6yNm50vcy3/view?usp=drive_link

Dalam tulisan yang kedua atau SERI 2 ini, saya membahas tentang karakter mendengarkan orang lain dari pendekatan grafologi.

Menurut Sheila Lowe[11]“If the letter ‘e’ is wide open, it would signify someone who listens well. If the letter ‘e’ is squeezed shut, the writer has his hands over his ears. He isn’t a good listener.” (“Jika huruf ‘e’ terbuka lebar, itu menandakan seseorang yang mendengarkan dengan baik. Jika huruf ‘e’ ditutup rapat, tangan penulis menutup telinganya. Dia bukan pendengar yang baik.”)

Dalam tulisan tangan Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, kita dapat melihat bahwasannya huruf ‘e’ yang paling terbuka lebar dan konsisten adalah Ganjar Pranowo. Dalam tulisan Anies Baswedan dan Prabowo Subianto, kita dapat menyaksikan beberapa huruf ‘e’ yang ditulis secara sempit atau bulatannya tertutup rapat sebagaimana yang dapat lihat pada tulisan Anies Baswedan dan Prabowo Subianto yang saya lingkari dengan warna merah.

 

D. KESIMPULAN

Jika demokrasi adalah kekuasaan berada di tangan rakyat, maka seorang Presiden harus memiliki kemampuan mendengarkan, mendengarkan suara rakyat. Kita dapat melihat kemampuan mendengarkan rakyat ini dari rekam jejak sikap dan tindakannya maupun dari ilmu-ilmu membaca karakter seseorang.

Dari pendekatan grafologi dan dari paparan di atas, saya menyimpulkan Ganjar Pranowo adalah pemimpin yang memiliki kemampuan mendengarkan yang paling baik dari capres yang ada.

Untuk memastikan apakah Ganjar Pranowo benar-benar memiliki kemampuan mendengarkan yang paling baik, atau Anies Baswedan dan Prabowo Subianto benar-benar memiliki kemampuan mendengarkan yang buruk maka kita harus lihat juga karakter-karakternya yang lain yang memungkinkan dirinya menjadi memiliki kemampuan mendengarkan yang baik atau buruk. Jika ia memiliki karakter sombong dan menjaga jarak dari masyarakat maka ini semakin memperkuat bahwa ia memiliki kemampuan mendengarkan orang lain. Dan sebaliknya, jika ia memiliki karakter yang rendah hati dan dekat dengan masyarakat maka ini dapat menunjukkan dan semakin menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan mendengarkan yang sangat baik.

Insya Allah, saya akan membahas hal ini dalam tulisan saya selanjutnya.

 

E. REFERENSI

Sheila Lowe, The Complete Idiot’s Guide to Handwriting Analysis, Alpha Books, 1999.

————————————————–

[1] Max Hendrian Sahuleka adalah pendiri lembaga Primagraphology Training & Consuling, dan penulis buku “The Power of Signature: Mengenal dan Mengbah Diri melalui Tanda Tangan”.

[2] Untuk tulisan pendahuluan ini, saya ambil dari tulisan yang ditulis oleh Agnes Setyowati dan diedit oleh Egidius Patnistik yang dimuat dalam KOMPAS.COM. Berikut adalah linknya : https://www.kompas.com/tren/read/2022/01/05/170000165/pemimpin-harus-mau-mendengarkan

[3] https://jakarta.tribunnews.com/2023/09/01/andi-arief-tunjukkan-surat-tulisan-tangan-anies-baswedan-saat-minta-ahy-jadi-wakilnya

[4] https://kumparan.com/kumparannews/anies-minta-dirut-transj-lrt-dan-mrt-wajibkan-penumpang-pakai-masker-1tA77eVdtsO/1/gallery/5

[5] https://madeandi.com/2015/09/27/tulisan-tangan-pak-menteri

[6] https://jatengpos.co.id/beredar-sk-penugasan-mbak-ita-plt-walikota-semarang/rita

[7]https://web.facebook.com/salatigaku/photos/a.723108864401884/3012703438775737/?type=3&_rdc=1&_rdr

[8]https://web.facebook.com/infogerindrasumut/photos/terimakasih-banyak-pak-atas-pesan-yanh-bapak-berikan-kepada-kami-para-pemuda-pem/1137930839692269/?_rdc=1&_rdr

[9]https://www.merdeka.com/trending/prabowo-kirim-surat-buat-dasad-latif-tulis-tangan-negara-amp-umat-membutuhkan-ustaz.html

[10]https://web.facebook.com/primagraphology/photos/a.270897902926661/906560639360381/?type=3&locale=id_ID&_rdc=1&_rdr

[11] Sheila Lowe, The Complete Idiot’s Guide to Handwriting Analysis, hal. 295.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *