Oleh: Dr. Poempida Hidayatulloh

Ketika membaca fakta dari data per tahun 2023 adanya 115 Perusahaan Unicorn di India dengan aset kumulatif sebesar 350 Milyar Dollar Amerika, membuat saya terkesima secara Pribadi. Artinya kapitalisasi dari sektor Start Ups ini di India ada sebesar 5.250 Triliun Rupiah. Sungguh suatu angka yang sangat signifikan dan patut dipikirkan efeknya secara ekonomi.

Jika dibandingkan dengan 14 Unicorn di Indonesia (per 2022), yang kapitalisasi nya masih belum terlalu dominan dan mengangkat perekonomian Indonesia secara signifikan.

Di dalam konteks Society 5.0 peran AI dan IoT akan sangat terasa secara signifikan dalam kehidupan manusia. Jika diimplementasikan di Indonesia akan ada beberapa tantangan yang harus dihadapi berupa disrupsi yang mengubah secara total basis kehidupan kita.

Namun peradaban di Society 5.0 akan menjadi benchmark baru peradaban dunia dan jika kemudian Indonesia tidak melakukan transformasi maka kita akan menjadi negara tertinggal dengan tingkat kompetisi (competitive edge) yang rendah secara global.

Dengan bantuan AI dan IoT proses produksi dan manufaktur menjadi semakin efisien, super-akurat, dan dapat menghadapi tingkat kompleksitas yang lebih tinggi.

Dengan demikian tantangan yang sangat nyata jika transformasi menuju Society 5.0 menjadi kenyataan adalah:

  • Shifting Paradigm dalam hal tenaga manusia digantikan oleh AI.
  • Terjadi model ekonomi baru dalam konteks distribusi kekayaan yang harus diatur sedemikian hingga demi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
  • Adaptasi dan Implementasi Teknologi canggih terkini yang relevan dalam konteks Society 5.0.

Dalam hal ini India telah mempunyai suatu kebijakan teknologi yang sejalan dengan visi masa depan India yang diimplementasikan sejak tahun 1983.

Kebijakan tahun 1983 di India ini merupakan kebijakan kedua yang sebagian besar terfokus pada pencapaian kompetensi teknologi dan kemandirian.

Hasilnya sungguh terasa sekarang. Tidak hanya kemudian India memiliki perusahaan Unicorn yang cukup banyak, namun juga didukung oleh kompetensi manusia yang mumpuni dan relevan di bidang iptek.

Indonesia nampaknya masih belum percaya diri untuk dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang cepat ini. Kompetensi sumber daya manusianya masih dalam tahap pengguna secara rata-rata. Kurangnya produk rekayasa iptek yang orisinil dan relevan masih menjadi tantangan tersendiri.

Tidaklah kemudian aneh jika kemudian Indonesia akan terimbas dampak terdisrupsi yang jelas bukan positif.

Reposisi dalam konteks kebijakan iptek ke depan adalah urgensi yang riil dan prioritas.

Kebijakan penggunakan dan keberpihakan terhadap produk TKDN adalah suatu langkah awal yang positif. Namun harus dibarengi ketersediaan produk iptek yang mumpuni dan relevan. Ini tidak bisa datang dengan sendirinya. Harus dibarengi dengan ketersediaan permodalan dan kesiapan sumber daya manusia yang kompeten.

Semoga pemikiran ini dapat menjadi renungan kita semua. Demi masa depan dan Peradaban Indonesia 2045. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *