Untuk merawat kebangsaan demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) perlu dibangun dan dikembangkan mindset dan sikap toleransi.
Upaya membangun dan mengembangkan mindset dan sikap toleransi ini akan jauh lebih efektif jika disampaikan langsung oleh tokoh publik dengan gaya menyampaikan edukasi yang menarik dengan penuh dialektika yang dipenuhi dengan contoh-contoh langsung yang akan dijumpai langsung di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
Dan inilah yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo ketika bicara “Beragama Dalam Nalar Publik” di SMA Pangudi Luhur Van Lith, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, pada Rabu, 16 November 2022.
Apa yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo ini bukan hanya mencerminkan pandangan dan sikap keberagamaannya, melainkan juga dalam upaya membangun dan mengembangkan pandangan dan sikap toleransi yang merupakan modal sosial yang sangat penting dalam menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis. Dan keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara yang merupakan wujud dari semboyan negara “Bhinneka Tunggal Ika” ini sangatlah penting untuk membangun bangsa dan negara ini.
Di bawah ini adalah video dokumentasi saat Ganjar Pranowo menyampaikan atau bicara tentang “Beragama Dalam Nalar Publik” di SMA Pangudi Luhur Van Lith.
Ada beberapa pertanyaan menarik yang dilontarkan Ganjar Pranowo dalam acara ini yang nampaknya harus kita jawab juga untuk menunjukkan seberapa toleransinya kita dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu :
“Ketika di sekitarmu, di komunitasmu yang kamu paling nyaman, ya di kampungmu, yang mayoritas agamanya kira-kira sesuai dengan agama kita masing-masing, terus ada orang yang membuat rumah ibadah di situ. Minoritas dia. Pertanyaan saya, kamu setuju atau nggak ?”
Dan nampaknya hal ini menjadi titik tekan Ganjar Pranowo sehingga mengulangi pertanyaan tersebut sekali lagi, “Kalau di sekitar kita, di komunitas kita, di kampung kita, mayoritas agama sesuai dengan agama kita masing-masing, terus tiba-tiba datang orang beragama lain pengen membuat rumah ibadah dan dia hanya segelintir orang. Ini menjadi pertanyaan sebenarnya. Sense, perasaan kita, apakah kita setuju atau tidak ?”
“Jawaban pertama, setuju ? SETUJU. Ini enak nih. Jadi, kalau kita rakyat Indonesia ditanya gini (dengan jawaban setuju), tidak akan kisruh urusan rumah ibadah. Ini sudah modal, ini social capital, ini modal sosial di mana anak-anak itu sudah punya minimal bibit toleransi.”
Untuk lebih membangun dan mengembangkan toleransi kepada para hadirin, terutama kepada para siswa yang merupakan generasi penerus bangsa, Ganjar Pranowo mengajukan pertanyaan kedua, yaitu :
“Kalau tetanggamu beragama lain dengan kalian, sukunya lain, status sosialnya lain, partainya lain, ada keluarganya yang meninggal. Kamu melayat atau tidak ?”
Namun persoalannya, sering kali seseorang ketika melayat tetangganya karena faktor terpaksa, merasa tidak enakan dengan yang lainnya. Untuk itulah Ganjar Pranowo mengajukan pertanyaan lebih lanjut, “Kamu melayat dengan ikhlas atau dengan terpaksa ?”
Dan pertanyaan ketiga yang dilontarkan Ganjar Pranowo. “Kalau kamu berteman dengan temanmu yang agamanya lain, sukunya mungkin lain juga, apakah kamu merasa terganggu atau tidak ?”
Jika jawaban atas pertanyaan pertama adalah SETUJU, mempersilahkan sekelompok orang yang minoritas agamanya untuk mendirikan tempat ibadahnya; jawaban atas pertanyaan kedua adalah melayat dengan ikhlas tetangganya yang meninggal meskipun berbeda agama, suku, status sosial, partai atau capres yang didukung; dan jawaban atas pertanyaan ketiga adaah tidak terganggu ketika berteman dengan orang yang beda agama dan sukunya; mak ini artinya nilai-nilai toleransi telah tertanam dengan baik dan merupakan modal sosial yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Setelah menanamkan toleransi kepada para hadirin, terutama para siswa yang merupakan generasi penerus bangsa, Ganjar Pranowo menanamkan kecintaan kepada bangsa dan negeri ini di mana kecintaan kepada bangsa dan negara ini sesungguhnya tidak terpisah dari agama atau merupakan manifestasi dari ajaran agama.
Ganjar Pranowo berkata: “Ada adagium hubbul wathon minal iman, mencintai bangsa negara itu adalah sebagian dari iman kita. Jadi, sebenarnya di Republik ini agama-agama itu sudah mengajarkan bagaimana kita cinta pada bangsa dan negara di mana di dalamnya ada kita-kita.”
Semua hal yang telah dipaparkan di atas barulah sebuah modal awal, sebuah modal yang harus dirawat dan dikembangkan. Tinggal pertanyaannya, bagaimana merawatnya ?
Dan inilah yang disampaikan Ganjar Pranowo serta jawaban atas pertanyaan di atas, yaitu bagaimana merawat modal awal tersebut yang akan mampu menjaga persatuan dan kesatuan.
“Maka teman-teman pengantar saya seperti itu. Nilai awal bagaimana kita membangun komimen dan ini musti dirawat, musti dikembangkan. Maka perdebatan-perdebatan yang tidak penting nggak usah dimunculkan. Itulah kemudian kita menjaga perasaan.”
Demikianlah yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo ketika bicara “Beragama Dalam Nalar Publik” di SMA Pangudi Luhur Van Lith, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, pada Rabu, 16 November 2022.
Masih banyak hal yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo yang dapat Anda saksikan pada video di paling atas. Dan hal-hal lain yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo dalam acara tersebut akan saya bahas secara terpisah.
Salam Cerdas Bernalar dan Beragama,
Max Hendrian Sahuleka