Mengakui adanya suatu masalah merupakan langkah awal dan langkah terpenting untuk mengatasi masalah tersebut. Dan salah satu masalah yang dihadapi oleh bangsa ini, bahkan merupakan masalah paling utama, adalah perpecahan. Perpecahan ini dapat menyebabkan terjadi konflik yang dapat mempengaruhi seluruh sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika mengacu pada sejarah, potensi perpecahan bahkan perpecahan itu sendiri sudah ada sejak zaman dahulu di negeri yang kemudian dinamakan Indonesia ini. Namun perpecahan mulai sangat tampak signifikan ini sejak pentas Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta tahun 2017.
Politik identitas yang memecahbelah persatuan digunakan sebagai salah satu cara untuk memenangkan kompetisi dalam pemilihan gubernur. Bukan hanya itu, cara-cara intimidatif juga digunakan untuk memenangkan kompetisi dalam pemilihan gubernur. Tindakan bully tidak segan-segan dilakukan kepada suatu pendukung paslon, bahkan tindakan bully ini juga dilakukan kepada salah satu cagub / cawagub.
Dan politik identitas ini semakin menguat serta perpecahan ini nampak semakin mengkristal dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Istilah ‘cebong’ dan ‘kadrun’ dilontarkan yang dinisbatkan kepada pendukung suatu capres di mana istilah ini kemudian menjadi sebuah istilah yang nampaknya telah menjadi kosakata umum digunakan dan dimengerti maknanya oleh semua masyarakat Indonesia.
Perpecahan ini jika dibiarkan berlarut-larut, apalagi jika semakin besar, akan menjadi ancaman serius bagi keutuhan bangsa dan negara ini.
Oleh karena itu, harus ada upaya serius untuk mengatasi masalah ini demi menjaga keutuhan bangsa dan negara ini. Namun tak dapat dipungkiri bahwa peran pemimpin dalam mengatasi masalah ini sangatlah penting.
Oleh karena itu, saya berharap siapapun yang akan menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia di tahun 2024 adalah sosok yang mampu merawat kebangsaan, sosok yang mengatasi masalah perpecahan ini, sosok yang mampu mengembangkan demokrasi yang sehat.
Dan secara moral, tugas dan kewajiban kita adalah mendukung capres yang lebih mampu merawat kebangsaan. Sosok yang berani dengan lantang menyuarakan kepada para pendukungnya agar jangan menyebarkan hoax dan agar jangan melakukan bully kepada orang lain yang berbeda pilihan dan berbeda pandangan politiknya.
Hoax dan buly dilontarkan oleh orang-orang yang tidak rasional dan tidak menjunjung tinggi rasionalitas. Dan sosok tersebut juga pasti akan dengan lantang menyuarakan kepada para pendukungnya agar senantiasa mengedepankan data dan fakta serta budi pekerti yang baik.
Tinggal pertanyaannya adalah : siapakah capres dan cawapres yang ada pada pilpres 2024 nanti yang lebih mampu untuk merawat kebangsaan ?
Semua penilaian dan pilihan memang kembali kepada diri masing-masing. Namun agama mengajarkan kita untuk menjadi orang yang menjunjung tinggi keadilan. Oleh karena itu, pertimbangan obyektif harus dijadikan dasar menilai dan memilih.
Dan kita dapat melihat segala rekam jejak dan konsistensi dari para capres yang ada nantinya tentang hal ini sebagaimana salah satu dasar pertimbangan obyektif, termasuk apakah capres-capres tersebut menjalin hubungan ‘mesra’ dengan kelompok-kelompok intoleran radikal atau tidak ?.
Salam Cerdas Bernalar dan Beragama,
Max Hendrian Sahuleka