Ada 2 cara bagi seseorang untuk dinilai baik, yaitu :
- Berusaha melakukan yang terbaik dan lebih baik dari orang lain, terutama yang menjadi pesaingnya.
- Berusaha menjatuhkan orang lain sehingga dirinya terdengar lebih baik dan seperti dapat melakukan yang lebih baik.
Banyak orang mengatakan bahwa ketika kita menunjuk sesuatu maka jari-jari lainnya mengarah atau menunjuk kepada diri kita sendiri. Namun ini semua seringkali tidak kita sadari. Ketidaksadaran ini karena perbuatan kita itu lebih didorong oleh aspek emosional ketimbang aspek rasional, lebih didoring oleh keinginan untuk menjatuhkan pesaing agar diri kelihatan lebih baik.
Inilah yang dilakukan oleh Anies Baswedan selaku capres Indonesia untuk pemilu 2024 dalam pidato politiknya saat melantik relawannya menuju Pilpres 2024 di Stadion Tennis Indoor Kompleks Gelora Bung Karno Senayan pada hari Minggu, 7 Mei 2023 sebagaimana dapat dilihat dalam video di atas.
Dalam pidato atau orasinya tersebut, Anies Baswedan menyebut subsidi kendaraan listrik (e-vehicle) tidak tepat sasaran karena pemilik kendaraan listrik dinilai termasuk masyarakat golongan mampu dan tidak membutuhkan subsidi.
Pertanyaannya yang harus Anies jawab adalah : “Lalu mengapa selama masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies justru membuat 2 kebijakan yang memberikan perlakuan khusus untuk kendaraan listrik ?”
Ada 2 kebijakan Anies buat selama masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta terhadap mobil listrik yang merupakan perlakuan khusus untuk mobil listrik, yaitu :
- Anies menerbitkan aturan penghapusan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) kendaraan motor listrik, baik roda dua maupun roda empat. Peraturan ini tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 tahun 2020 yang ditandatangani Anies pada 3 Januari 2020.
- Selain itu, Anies juga membuat kebijakan kendaraan listrik bebas aturan ganjil genap yang berlaku di sejumlah ruas jalanan di Jakarta. Aturan ini tertuang dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 88 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap.
Jadi, dari 2 kebijakan yang pernah Anies buat untuk kendaraan listrik, maka kita dapat melihat ketidakkonsistenan Anies dengan kritikannya.
Pertama, jika Anies menilai subsidi berupa pengurangan PPN yang diberikan Pemerintah Pusat terhadap kendaraan listrik adalah tidak tepat, lalu apakah penghapusan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor untuk kendaraan motor listrik adalah sudah tepat ?
Kedua, jika Anies menilai bahwa dampak dari pemberikan subsidi berupa pengurangan PPN yang diberikan Pemerintah Pusat terhadap kendaraan listrik dapat berdampak pada peningkatan kemacetan, lalu apakah kebijakan kendaraan listrik bebas aturan ganjil genap itu tidak berdampak pada menambah kemacetan ?
Jika Anies menilai pemilik kendaraan listrik adalah kalangan menengah ke atas, maka ini artinya kebijakan Anies menghapuskan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor untuk kendaraan motor listrik juga tidaklah tepat. Hal ini karena yang menikmati kebijakan ini adalah kalangan menengah ke atas.
Jika Anies menilai bahwa dampak dari subsidi terhadap kendaraan motor listrik dapat menyebabkan kemacetan, maka kebijakan kendaraan listrik bebas aturan ganjil genap justru lebih dapat menambah kemacetan. Mengapa ?
Karena bagi kalangan menengah ke atas, kebijakan kendaraan listrik bebas aturan ganjil genap ini adalah solusi untuk mengatasi mobilitas mereka du daerah Jakarta yang seringkali terhambat dengan adanya kebijakan ganjil genap.
Menurut saya, pidato atau orasi Anies Baswedan ini semakin mempertegas ketidakkonsistenan dari kata-katanya sendiri, ketidakkonsistenan antara kata-katanya dengan perbuatannya, ketidakkonsistenan yang seringkali dilakukannya.
Sungguh kita dapat menilai kualitas diri seseorang dari sejauh mana tingkat integritas dirinya, sejauh mana tingkat konsistensi dirinya, sejauh mana tingkat kejujuran dirinya ?
Dalam survey yang dilakukan James Kouzes dan Barry Posner, jujur atau kejujuran (honest) menempati urutan pertama dalam karakter pemimpin yang dikagumi yang memperoleh 84% suara, jauh mengungguli karakter lainnya.
Semoga yang akan menjadi presiden Indonesia ke depannya adalah yang memiliki tingkat integritas yang tinggi dan tingkat kejujuran yang tinggi, yang konsisten antara satu perkataan dengan perkataan lainnya dan konsisten antara perkataan dengan tindakan dan kebijakannya.
Salam Cerdas Bernalar dan Beragama,
Max Hendrian Sahuleka